Review Webtoon: The Real Lesson, Jalan Tengah Hukuman Fisik pada Murid

 

REVIEW WEBTOON: THE REAL LESSON

Banner Webtoon The Real Lesson

Topik mengenai kekerasan dalam dunia pendidikan, terutama yang dilakukan oleh pendidik terhadap siswa, sering menjadi perbincangan yang menghasilkan pihak pro dan kontra. Berhubungan dengan topik tersebut, aku ingin merekomendasikan sekaligus membahas webtoon berjudul The Real Lesson. (Perlu diingat bahwa saat reviewer menulis ini, The Real Lesson baru mencapai episode 16). The Real Lesson adalah terbitan terbaru YLAB (yang nerbitin Study Group dan webtoon-webtoon bertema aksi) dan ditulis oleh Chae Yongtaek (penulis Reawaken Man). Sinopsisnya berbunyi, "Setelah undang-undang larangan memukul para siswa disahkan, semakin banyak siswa yang seperti preman. Suatu hari, seorang laki-laki yang kuat muncul dan menghajar para preman sekolah tersebut. Sebenarnya siapa laki-laki itu?!”

Di episode 1 diberikan prolog yang memberi gambaran dari situasi latar cerita. Prolognya akan kutulis untuk membantu mereka yang belum sempat baca agar lebih paham isinya:

“Setelah Peraturan Larangan Hukuman Fisik disetujui pemerintah pada tahun 2011, semua tenaga pendidik dilarang memberikan hukuman fisik pada murid.

Undang-Undang Larangan Hukuman Fisik

"Setelah peraturan larangan hukuman fisik diberlakukan, para guru semakin kesulitan membimbing murid-murid mereka. Walau para murid secara terang-terangan membuat masalah di sekolah, tidak ada banyak cara yang bisa dilakukan para guru untuk menghukum mereka. Para murid ternyata bisa jauh lebih picik dari yang kita duga. Mereka merasa didukung oleh undang-undang yang ada. Menurut kuesioner yang diadakan pada 1.196 responden guru, 98,6% di antaranya merasa membimbing murid terasa lebih sulit dari sebelumnya… diantaranya, responden yang menjawab ‘Amat Sangat Sulit’ bahkan mencapai 85,8%.

Hasil kuesioner pada 1.196 responden guru

"Hari demi hari berlalu diiringi meningkatnya masalah dalam sekolah sampai suatu hari terjadi kasus seorang guru yang dianiaya siswa di dalam kelas sampai meninggal. Menyadari adanya ancaman di dunia pendidikan, Dewan Perwakilan Rakyat dan Departemen Pendidikan memanfaatkan isu skandal artis terkenal. Saat perhatian publik teralih pada dunia hiburan, mereka meloloskan undang-undang baru tentang ‘Perlindungan Hak Pendidik.’ Tindakan ini diambil untuk menghindari reaksi negatif masyarakat.”

Dari undang-undang baru itulah dibentuk badan bernama Badan Perlindungan Hak Pendidik. Singkatnya, badan ini mengurus sekolah-sekolah ‘busuk’ yang berusaha menutup-nutupi masalah di dalamnya (bullying dan perkelahian di antara murid yang diabaikan sekaligus ditutupi pihak sekolah karena tidak mampu mengatasinya). Staff badan ini punya hak istimewa, yakni metode pendidikan tanpa batasan, sehingga disiplin fisik yang mereka terapkan juga dijamin oleh Departemen Pendidikan sendiri.

Respon yang diberikan murid-murid ketika ada guru yang coba mendisiplinkan, sekalipun memang muridnya yang bermasalah

The Real Lesson menawarkan middle ground dimana hukuman fisik diberikan sebagai bentuk pendisiplinan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siswa dan masih dalam porsi yang sesuai. Pelanggaran yang digambarkan dalam The Real Lesson umumnya berupa tindakan yang memang sudah parah, seperti bullying dan kekerasan fisik terhadap guru dan siswa lainnya. Banyak siswa yang baru kapok setelah didisiplinkan secara fisik, setelah berkali-kali tidak mempan didisiplinkan lewat dimarahi atau diskors. Pesan yang disampaikan dari webtoon ini adalah, orang-orang yang sulit jera terkadang butuh ditampar untuk merasakan sakitnya tamparan itu seperti apa sehingga mereka kapok menimpakan rasa sakit yang sama ke orang lain. Ohiya, perlu diingat kalau ini adalah work of fiction yang terinspirasi situasi pendidikan di negeri Ginseng sana. Makanya aku sebagai reviewer pun kurang tahu berapa persen kejadian nyata yang terkandung di dalamnya maupun sistem pendidikan di Korea Selatan. Tapi aku cukup sering membaca tentang situasi bullying yang keras di negara seperti Korea Selatan dan Jepang (banyak banget drama dan webtoon yang ngebahas tentang bullying di sekolah, terutama di jenjang SMP-SMA), dan bagaimana pihak sekolah yang kurang tanggap akan kasus-kasus tersebut.

Sekilas The Real Lesson nampak mendukung kekerasan dalam dunia pendidikan atau kekerasan guru terhadap murid. Keraguan pembaca ini dijawab di episode 7, dimana terdapat adegan dimana Menteri Pendidikan, Choi Kangseok, melawan balik serangan pertanyaan dari wartawan yang berusaha menjatuhkan kebijakan beliau. Ini adalah kutipan dari perkataan beliau (Episode 7):

Wartawan: “Menurut liputan kami, ditemukan bekas cidera dan luka akibat hukuman fisik di tubuh para murid di sekolah yang diawasi Badan Hak Pendidik. Di abad 21 zaman sekarang, apakah menurut Anda pelanggaran hak asasi seperti ini boleh terjadi di tempat ajar?” 

(Btw, murid-murid yang dimaksud si wartawan ini sebenarnya para berandalan sekolah yang hobi mukulin murid lain)

Kangseok: “Hak asasi siapa yang Anda bicarakan? Saat larangan hukuman fisik diberlakukan demi melindungi hak asasi para murid, seorang murid malah kehilangan nyawanya! Semua murid berhak menerima pendidikan dalam lingkungan yang aman. Apakah maksud Anda sedikit memar pada murid-murid yang bersalah, adalah masalah yang lebih besar dari hak asasi siswa lain dan guru yang sudah mereka rampas? Bukankah melindungi para murid yang mengikuti pelajaran dengan serius adalah hal yang lebih penting?”

(Murid yang kehilangan nyawa tersebut bunuh diri akibat bullying dan tidak ada guru di sekolahnya yang berani turun tangan mencegah bullying di antara murid)

The Real Lesson merupakan kritikan terhadap sistem pendidikan dewasa ini dan tidak condong memihak guru semata, karena didalamnya turut ditampilkan guru-guru yang justru menutupi perilaku bullying demi menjaga nama baik sekolah. Selain itu, webtoon ini juga menyediakan katarsis (kelegaan emosional) yang tinggi. Gimana enggak tinggi? Puas banget rasanya melihat orang-orang yang sok jago dan seenaknya memperlakukan orang lain akhirnya dapat balasan setimpal. Bacaan yang benar-benar menekankan prinsip “kita akan menuai apa yang kita tanam.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah Kita Bersimpati Pada Seseorang Tanpa Menyetujui Tindakannya?

Jika Tak Memiliki Bakat Menulis, Untuk Apa Mengangkat Pena? (1)