Skripsi

Ketika mencari narasumber untuk keperluan skripsi, aku belajar bahwa penolakan bukan kegagalan, tapi belokan tajam menuju tujuan akhir. Kalau aku tidak memulai karena takut salah, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki di garis finish. Tidak ada satupun narasumber di skripsi finalku yang sesuai dengan daftar yang kurencanakan di awal. Walaupun begitu bukan berarti skripsiku gagal. Apa yang kuinginkan tapi tidak kudapat ternyata diganti dengan yang lebih baik di akhir. Narasumber yang menolak diwawancarai karena merasa tidak sesuai dengan topik skripsiku turut memberikan rekomendasi dan mengarahkan siapa yang lebih cocok. Dari pengalaman tersebut aku belajar bahwa jangan sampai rasa khawatir menghalangi langkah kita. Seiring dengan perjalanan yang kita tempuh, akan ada banyak rintangan dan tidak jarang hambatan yang memaksa kita untuk merombak rute awal. Pada akhirnya semua kesulitan itu, yang mungkin pada saat terjadi nampak hanya merugikan dan tiada manfaatnya, akan mengantarkan kita sampai tujuan. Yang jarang disadari, seringkali kita dibelokkan kesana kemari karena cara lucu hidup mempersiapkan kita menghadapi tantangan baru dibalik garis finish tersebut.

Salah satu sahabatku, Lili, pernah mengatakan hal yang kira-kira isinya begini, “Lu takut untuk melangkah karena takut jatuh seperti orang-orang yang lari. Menurut lu, kalau jalan pelan-pelan banget maka lu akan selamat. Tapi yang lu enggak tahu, Tsa, orang-orang yang bergerak cepat itu sudah punya strategi atau seenggaknya kalau jatuh mereka akan mikir gimana cara bangkitnya lagi.” Itu benar. Aku melihat kegagalan orang lain dan jadi takut kalau apa yang menimpa mereka akan menimpaku juga, lupa kalau takdir setiap orang berbeda. Aku melihat jatuhnya orang lain sebagai masa depanku yang pasti terjadi dan akibatnya ingin mempersiapkan sesuatu sesempurna mungkin untuk menghindarinya.

Akan tetapi bukan begitu cara main hidup. Untuk merasa benar-benar hidup, kita harus memaksakan diri untuk maju sekalipun tidak yakin apa yang menanti setelah perjalanan dimulai. Bukan berarti aku mempromosikan sikap gegabah. Aku hanya ingin bilang bahwa persiapan sematang apapun tidak menjamin semua masalah di masa depan akan teratasi oleh persiapan kita di awal. Sama seperti skripsi, hampir semua hal dalam hidup yang kita sangka merupakan ujian, sejatinya adalah proses belajar yang baru. Tidak pernah ada epilog dalam hidup yang sudah digariskan untuk kita, masa dimana kita sudah utuh dan tidak akan berubah lagi. Kita akan selalu berkembang dan menemukan hal-hal baru tentang hidup dan diri kita seiring dengan bertambahnya usia. Sekilas proses berkelanjutan ini terdengar meletihkan untuk orang-orang yang lebih suka stabilitas sepertiku, tapi mungkin begini cara Tuhan Memastikan hamba-Nya mengambil esensi hidup dalam bentuk terbaik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah Kita Bersimpati Pada Seseorang Tanpa Menyetujui Tindakannya?

Jika Tak Memiliki Bakat Menulis, Untuk Apa Mengangkat Pena? (1)

Review Webtoon: The Real Lesson, Jalan Tengah Hukuman Fisik pada Murid